Selasa, 10 Maret 2009

Minggu, 27 Juli 2008

MYSTERIOUS OF LOVE

Category:Books
Genre: Religion & Spirituality
Author:Artikel-Q
Cinta bisa membuat manusia menjadi gila, mabuk kepayang, kurang perhitungan atau seperti hidup di Dunia berbeda. Ada pria yang begitu mencintai Sang perempuan. Atau, ada perempuan yang begitu mendambakan cinta dari pria idaman. Variasi kisah yang melibatkan cinta bisa begitu banyak. Dan novel yang bertutur tentang cinta, lagu-lagu yang melantunkan tentang cinta, syair-syair cinta pun tak terbilang. Namun cinta, juga di kenal sebagai unsur yang begitu menggerogoti hati dan pikiran Manusia. Cinta, baik yang kesampaian maupun yang tidak kesampaian sama sekali, tetap saja menyita pikiran untuk menjalaninya. Disinilah, cinta tekadang mengalami benturan dengan norma-norma Agama. Apalagi kala cinta dianggap bagian dari nafsu birahi. Sementara di satu sisi , manusia dianjurkan untuk menekan nafsu birahinya sekuat tenaga, sampai menghasilkan kesadaran dan kontrol sempurna. Apakah seseorang beragama benar-benar dituntut untuk menekan nafsu birahinya menuju titik nol, atau bahkan minus? Apakah cinta selalu berwujud nafsu birahi antara laki-laki dan perempuan, sehingga sebaiknya dihindari sampai waktunya menurut kaidah Agama boleh diumbar? Apakah hubungan laki-laki dan perempuan yang saling mencintai berarti saling mengumbar nafsu? Sehingga harus dibentur-benturkan dengan Agama sebagai pegangan? Segenap pertanyaan ini menjadi rumit untuk dicari jawabannya kala cinta sepasang kekasih mesti dijalani dalam kubangan Agama dan kultur.
Sebenarnya kalau kita ngomongin tentang cinta tidak akan pernah ada habis-habisnya. Sebab cinta ada sejak manusia dilahirkan ke dunia oleh tuhan. Cinta merupakan anugerah Tuhan yang paling mulia dibandingkan yang lain. Tuhan menciptakan makhluknya dengan cinta, karena cintalah manusia ada.
Kehadiran cinta di mata manusia tidak dapat ditolak lagi. Cinta adalah ruh manusia. Ruh yang menggerakkan manusia untuk berkehendak, berkomunikasi, bertetangga, dan bahkan berhubungan. Maka jika ruh itu hilang, manusia tidak lagi dibimbing oleh kasih sayang. Sehingga manusia tersebut hanya dirasuki oleh hasutan Syetan, yakni kebencian, kesombongan, kedurhakaan dan lain-lain.
Cinta bukanlah nafsu dan cinta bukanlah dosa yang dibebankan oleh Tuhan kepada manusia. Tapi, cinta adalah anugerah yang diberikan kepada setiap insan. Sebab tak ada ajaran manapun yang melarang umatnya untuk saling mencintai dan menyayangi. Karena cintalah umat manusia bisa hidup bersandingan dengan damai. Mungkin inilah secuil jawaban dari uraian dan pertanyaan-pertanyan di atas.
Memang cinta itu juga bisa jadi pemotifator dari setiap langkah manusia. Saya selalu terpana dengan cinta. Membuat fikiran ini dengan susah payah membayangkan seorang Abu Bakar yang tiba-tiba berlari kesana-kemari. Kadang kedepan, kesamping lantas tiba-tiba kebelakang Rasullah. Saat itu mereka sedang dalam perjalanan hijrah menuju Madinah. Di belakang, orang-orang Quraisy mengejar, bermaksud membunuh Nabi Muhammad SAW. Tentu saja sang Nabi terheran-terheran. Beliau pun bertanya dan dijawab oleh Abu Bakar, bahwa ketika ia melihat musuh ada di depan, Abu Bakar lari kedepan. Jika ia melihat musuh ada di belakang, maka Abu Bakar pun lari kebelakang. Dan seterusnya. Abu Bakar siap menjadi tameng buat Rasulullah. Agar jika ada musuh menyerang, ialah yang lebih dulu menerimanya. Itulah Mahabbah (Cinta) seorang sahabat terhadap Rasulullah.
Sama seperti ketika mereka akhirnya kecapean dan menemukan sebuah gua. Abu Bakar melarang Rasulullah masuk sebelum ia mebersihkan terlebih dulu. Saat membersihkan, Abu Bakar melihat 3 buah lubang. Satu lubang ia tutup dengan sobekan kain bajunya, lalu yang dua ia tutup dengan ibu jari kakinya. Rasulullah pun tidur di pangkuan Abu Bakar. Pada saat itulah Abu Bakar merasakan kesakitan yang luar biasa. Ia digigit ular. Namun ia tidak ingin mau membangunkan Rasulullah dan terus menahan sakit hingga air matanya menetes. Tetesan itu menimpa Rasulullah dan terbangunlah beliau. Berkat mukjizat Rasulullah, sakit itu pun berhasil disembuhkan. (sumber, A’ berkas2 cahaya kenabian A’, Ahmad Muhammad Assyaf ).
Dari uraian-urain di atas dapat kita simpulkan bahwasanya cinta itu ada 2 macam. Pertama ada cinta Negatif dan ada pula cinta positif. Cinta negatif adalah cinta yang terlahir dari syahwat yang menyebarkan kemudharatan. Sedangkan cinta positif adalah cinta yang frame-framenya adalah karena Allah, cinta kepada Allah sebagai cinta yang hakiki. Sedang cinta kepada selain Allah dilaksanakan dalam rangka ketaatan kepada Allah. Kunci yang paling utama yang harus dilaksankan ialah Hati harus ditundukkan, jika hati telah ditundukkan maka akan bisa kita kendalikan, jika hati terkendali, yakin dech, seluruh jasad dan akal kita pun akan mampu selaras dengan sang panglimanya tersebut. Amin…………….!!!!!

Rabu, 04 Juni 2008

warisan bagi perempuan di dalam Islam

Membicarakan persoalan warisan bagi perempuan di dalam Islam, tidak bisa dilepaskan dari pembahasan tentang kondisi serta perlakuan perempuan sebelum Rasulullah SAW diutus. Yakni kondisi di mana perempuan benar-benar di tempatkan di bawah batas kemanusiaannya. Diperlakukan tidak adil, diperlakukan seperti barang, tidak dianggap sebagai manusia yang seutuhnya serta berbagai label negatif lainnya.
Termasuk dalam hal ini adalah tentang pembagian warisan. Dalam tradisi arab jahiliah kaum wanita tidak mendapat warisan, tetapi mereka sendiri adalah barang yang bisa wariskan. Bahkan anak berhak mewarisi istri dari ayah mereka, meskipun perempuan tersebut adalah ibu kandungnya sendiri.
Selain alasan tersebut, aturan yang berlaku ketik itu adalah bahwa yang berhak menerima warisan adalah mereka yang dapat memanggul senjata untuk berperang di medan laga. Dan dalam kesempatan yang sama, perempuan tidak memiliki hak untuk melakukan tugas ini.
Dari sinilah, ketika nabi Muhammad SAW diutus sebagai rahmat untuk seluruh manusia, peninggalan jahiliyah ini dirubah dan dilakukan penyesuaian. Perempuan kemudian diberikan hak warisan. Firman Allah SWT:
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا(النساء، 7)
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (QS. Al-Nisa’ 7)
Pembagian yang ditentukan adalah bahwa perempuan mendapatkan setengah dari bagian laki-laki, agar tidak muncul keguncangan dan penolakan dari masyarakat yang sudah terbiasa dengan budaya tersebut.
Persoalan harta adalah wilayah yang sangat rentan akan konflik. Bahkan dikatakan sebagai akar dari setiap persoalan dan kesalahan (ra’su kulli khati’atin) yang dilakukan oleh manusia. Banyak kawan atau bahkan saudara yang menjadi musuh hanya karena persoalan harta. Inilah bentuk kehati-hatian yang diambil dalam agama Islam.
Inil pula yang menjadi salah satu alasan mengapa persoalan harta warisan dijelasakan dengan sangat rinci dan detail di dalam al-Qur’an, khususnya pada bagian awal dari surat an-Nisa’. Dan tidak ada satu persoalan hukum di dalam al-Qur’an yang lebih jelas dari persoalan warisan ini. Menjadi hukum yang qath’i dalalah (pasti kandungan hukumnya).
Persoalan warisan ini bisa juga dilihat dari kehidupan sosial ekonomi masyarakat arab, di mana kewajiban mencari nafkah untuk keluarga dibebankan sepenuhnya kepada laki-laki. Sementara perempuanadalah kelompok yang dijamin dan ditanggung hidupnya oleh laki-laki. Ketika mereka menikah, mas kawin yang harus dibayarkan pihak laki-laki kepada calon istrinya dipatok sangat tinggi, yang jika dirupiahkan minimal seratus juta rupiah. Belum termasuk rumah dan kendaraan pribadi dan segala pernak pernik lainnya. Bahkan konon di sana, bank menyediakan tabungan khusus untuk biaya pernikahan, sebagaimana tabungan haji di Indonesia.
Kaitannya dengan persoalan yang saudari ajukan, yakni mengenai cucu perempuan. Bahwa berdasarkan dalil yang shahih dari al-Qur’an dan hadits cucu dari anak perempuan tidak termasuk ahli warits, sedangkang cucu dari anak laki bisa mendapat warisan, bisa setengah, tiga perempat, sisa (ashobah) bahkan dalam kondisi tertentu ia tidak mendapat warisan (mahjub), yakni ketika masih ada anak laki-laki atau dua orang anak perempuan.
Persoalan seperti ini sangat masyhur di kalangan fuqaha, sehingga hampir semua kitab menjelaskannya. Syaikh Ali Ash-Shobuni mengarang buku khusus tentang warisan, yang menjelaskan secara detail setiap persoalan warisan.
Khusus untuk persoalan yang saudari alami, tidak bisa dijawab apakah benar atau salah dalam pandangan fiqh, karena belum didapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi yang sesungguhnya. Siapa saja yang menjadi ahli warits, berapa jumlahnya, berapa harta yang diwariskan.
Namun dalam kondisi di mana cucu tidak mendapatkan harta warisan, ada solusi yang ditawarkan fiqh, yakni dengan melaksanakan wasiat wajibah. Kakek dikewajibkan mewasiatkan sejumalah harta untuk cucunya, sehingga ia tetap mendapatkan harta harta peninggalan kakek dengan jalan wasiat tersebut, bukan melalui warisan. Di Mesir hukum ini ketentuan ini telah disahkan diberlakukan dalam sebuah undang-undang. (AL-Fiqh Islami wa Adillatuh, juz VIII hal 351)
Dalam hal ini pemerintah diminta harus lebih pro aktif dengan membuat aturan wasiat wajibah tersebut, sehingga tidak ada lagi anak yatim (cucu perempuan) yang terbengkalai, tidak mendapatkan warisan dari kakaknya. Agar mereka tidak menjadi seperti kata pepatah, ”Sudah jatuh masih tertimpa tangga”
Solusi ini tentu lebih selamat dari pada harus mempertanyakan kembali ketentuan warisan yang telah baku dan diyakini oleh seluruh umat Islam berasal dari dalil qath’i.